Jumat, 28 Februari 2014

The Deal of a Cowboy - Death of Jack Loarde 1#


-Kematian Jack Loarde-
Seperti sebuah tirai dari kain berwarna merah menutupi lelaki yang sedang jongkong melihat kearah perapian. Ternyata satu hal yang dipikirkan olehnya adalah kedatangan saya disini bukan untuk membantu masalah, sepertinya kedatangan saya sangatlah menjadi bencana dipikirannya. “Masihkah kau memikirkan dirinya, Jack?.” Aku mencoba menyapanya seolah-olah saya peduli dengan dirinya. Namun matanya hanya menatapku dengan kebencian. Mata yang aku lihat sama persis saat ayah mentertawakannya sambil di saloon. Saat itu aku masih berada dalam kandungan ibuku, dan saat itu ibuku sudah tidak menjahit ditempat kelahirannya.
Kesalahan Jack saat itu adalah melanggar kontrak bersama ayahku.
The Deal of Cowboy adalah salah satu perjanjian ayahku bersama Jack Loarde tentang wilayah kekuasaan perdagangan dan wilayah kekuasaan pertanian di daratan Amerika. Disamping itupun, ada salah satu perjanjian rahasia diantara mereka berdua, mereka menyebutnya Secret of Satanism Voodoo. Rahasia itu terbongkar oleh ku, karena aku yang menjadi sasaran mereka.
Ayahku bukan lah orang yang jahat. Ibuku pula bukan salah satu dari penganut ajaran menyesatkan. Hal-hal yang terbayangkan sebelumnya itu sangat jauh dari kehidupan keluarga ku. Ayah seorang pengusaha pertanian didaratan Amerika, yaitu Santa Fe, dan ibuku adalah seorang penjahit pakaian di Vegas, entah bagaimana mereka bertemu, aku selalu bersyukur terhadap kesucian cinta mereka.
Ayahku bertemu dengan seorang Jack Loarde disaat ayahku memanen jagung di beberapa hektar lahan pertaniannya, dan saat itu Jack sedang berdiri dengan menggunakan kerudung hitam ala Voodoo setempat. Ayahku menghampirinya dan ketika ayahku hampir dekat dengannya, sebuah ilusi hitam tiba-tiba menyelimuti penglihatannya dan hanya ada satu titik cahaya merah memancing ayahku untuk mengikutinya. Ternyata cahaya itu menuntun ayahku kedalam suatu kampung para dukun yang keseluruhan adalah para pemuja setan dan sangat jauh dari kehidupan manusia biasa.
“Dawson.......” Suara aneh terdengar disekeliling pendengaran ayahku.
“Siapa kau? Apa mau mu?.”
“Kau tidak akan bisa keluar dari tempat ini.”
“Tampakan dirimu, apa mau mu?.” Ayahku menempelkan kedua telapak tangannya ke kepalanya yang tengah pusing menahan suara yang cukup keras, suara yang entah datang dari arah mana.
Tiba-tiba seseorang yang memakai kerudung hitam tadi muncul didepan wajah ayahku dan langsung mencekik ayahku hingga sesekalinya ia batuk dengan keras.
“Aku adalah Jack Loarde, kepala suku ditempat ini, apa mau ku? Apa mau mu didunia! Hahaha.”
Ayahku terus merasa kesakitan karena cekikannya yang cukup mencengkram kuat. “Apa mau mu? Katakan.”
“Serahkan sebagian lahan pertanian mu dan aku akan membebaskan warga mu dengan kutukan-kutukan yang kami buat.” Jack loarde mulai melepaskan cekikan kepada ayahku. Kemudian ayahku tersentak dan batuk dengan keras, hampir saja dia mati karena sesak pada pernafasannya.
“Apapun itu, aku akan berkorban untuk warga ku. Cepat lakukan.”
“Aku akan melakukan suatu perjanjian kepada mu, setengah dari lahan perkebunan mu akan aku jadikan perkampungan kami, dan kami berjanji tidak akan mengusik kehidupan kalian, manusia polos. Hahahaha!.”
Kemudian berjalan seorang laki-laki membawa buku tua yang terbuat dari kulit kayu dan akar pohon. Dia membuka buku tersebut dan berisi tulisan-tulisan yang tidak sama sekali ayahku mengerti. Tulisan tersebut seperti tulisan-tulisan kuno dan hanya dimengerti oleh penganut dan penulisnya saja, tetapi ayahku mengerti apa yang akan dilakukannya, semua demi kebebasan kaum manusia yang tidak berdosa. Kemudian ayahku digenggam kedua tangannya oleh laki-laki berjubah tersebut dan dihadapkan kepada buku itu. Jack mengambil pedang panjang yang cukup tajam dan bisa saja dia menebas kepala ayahku dengan cepatnya, namun yang hanya dia lakukan adalah mengambil sedikit darah dari tangan ayahku san meneteskannya ke buku tersebut. Perjanjian dimulai.
Sayup-sayup nada berkumandang dari kerumunan orang-orang yang tidak dikenal, mungkin suatu ayat-ayat ritual yang bisa membangunkan suatu hal yang astral. Semakin ayat-ayat itu dikumandangkan, ayahku semakin takkuasa untuk berteriak kesakitan. Hingga dia terkapar pingsan.
***
Hari itu orang-orang merasa aneh dengan adanya dukun disekeliling rumahnya, dan mereka semua heran dengan apa yang telah terjadi didaerah pertaniannya. Para petani pun banyak yang mengunjungi rumah ku dan bertanya kepada ayahku tentang apa yang telah terjadi belakangan itu. “Apa yang kau lakukan dengan daerah pertanian mu? Apa kau menjual nya kepada para dukun itu?.” Seorang petani tua sambil memegang garpu bertanya dengan nada yang cukup keras. Namun ayahku hanya terdiam membisu dan dia malah berjalan keluar sambil menghisap sebatang cerutu di bibirnya. “Apa yang telah terjadi Dawson? Mengapa mereka hidup disekitar kita?.” Petani itu semakin mengancam kedapa ayahku.
“Kau akan selamat oleh ku, dan berterimakasih kepadaku.”
“Apa maksud mu? Aku merasa terusik dengan adanya mereka diperkampungan kita.”
Kemudian ayahku menceritakan segala hal yang telah terjadi dan menimpa secara tidak langsung terhadap wilayah pertaniannya.
            Satu tahun kemudian setelah kejadian tersebut terjadi, bau busuk dari bakai-bangkai hewan sangat tercium tajam disekitar perkampungan itu. Orang-orang semakin merasa tersiksa dengan tingkah para dukun itu yang sangat merasahkan warga.
“Apa kau tidak merasa kasihan kepada rakyat mu?.”
“Tenang istriku, aku akan menjaga mereka dan aku percaya kepada mereka, buktinya aku tidak melihat jatuhnya korban dari ulah mereka.”
Saat itu aku sedang terkandung dalam rahim ibuku.
“Bagaimana kandungan mu? Aku sudah tidak sabar merawatnya.” Ayahku tersenyum sambil memegang perut ibuku.
“Aku harap anak kita ini tidak merasakan kesengsaraan kita ini.” Ibu ku langsung bergegas menuju kamar.
Ayah pergi keluar, berkeliling kedaerah pertaniannya, sesekali dia melihat orang-orang yang sedang berkumpul di saloon. Sahut warga mengajak ayah untuk minum, tetapi entah kenapa dia tidak ingin untuk melakukan hal tersebut seperti biasanya, dia hanya tersenyum dan melambaikan tangannya, kemudian dia melanjutkan perjalanannya entah kemana dia akan menuju.
Ternyata dia menghampiri perkampungan para dukun tersebut, mungkin dia ingin tahu apa yang terjadi akhir-akhir itu. Dia merasakan apa yang diresahkan oleh warganya, dan merasa mu;lai terusik dikehidupannya yang dulu pernah merasa berjaya. Semenjak orang-orang merasa tersiksa, batin nya terasa sakit sebagai pemimpin kampung dia bersalah telah melakukan perjanjian tersebut, seharusnya ia tidak menerima perjanjian itu dan lebih baik dia yang menjadi korban.
Bau bangkai mulai enusuk kehidung, entah bau apa yang tercium sepertinya bukan dari bau daging hewan karena ayahku sangat mengerti tentang dunia flora dan fauna. Semakinlah dia bersemangat untuk mencari tahu, dan dibuka lah gerbang yang terbuat dari kayu kering yang digabungkan dengan akar-akar serabut. “kreeeeek....” suara pintu itu terdengar keras, tetapi tidak ada satu dukun pun yang melihat kedatangan ayahku kesana. Hanyalah satu gubuk reot yang dilihatnya, mungkin saja itu tempat tinggal mereka, atau mungkin tempat mereka melakukan suatu ritual kecil tentang praktikan kedukunannya. Ayahku menghampiri kearah gubuk reot tersebut, dan ternyata bau bangkai tersebut berasal dari tempat itu, segeralah ayahku membuka pintu namun pintu tersebut terkunci rapat-rapat dari dalam, ayahku semakin penasaran dengan apa yang telah terjadi didalam gubuk tersebut.
Apapun caranya, rasa penasaran ayahku semakin memuncak dan satu-satu nya cara adalah mendobrak pintu tersebut, tanpa berfikir panjang dia langsung mendorong pintu itu dengan sepatu boots nya, tapi entah kenapa pintu itu sulit sekali didobraknya dan bau tersebut semakin tercium tajam dihidungnya. Kemudian dia mengambil batu besar yang berada tergeletak dibelakangnya, diayunkannya batu tersebut kearah pintu tersebut, seketika pintu tersebut langsung hancur dan berlubang. Bau mulai terasa lebih menusuk kedalam hidung, ayahku langsung berlari kedalam dan kemudian ayahku berlutut sedih kearah apa yang dilihat dihadapannya, bangkai dari beberapa petani jagung berlumuran darah dan penuh dengan belatung menggerogotinya. Sekitar lima jasad petani telah dimutilasi dibagian perutnya, entah apa maksud sipembunuh untuk mengambil isi perut dari para petani tersebut. “toloooong......Dawson” suara itu membangkitkan ayahku dari gubuk itu dan bergegaslah dia menuju keluar.
Ternyata penyihir itu membohongi ayahku dengan melanggar perjanjian yang telah dibuat, semua warga di perkebunan menjadi korban para dukun, semua hampir menjadi korban. Ayahku mulai gencar mencari ibuku yang tengah hamil tua, dia tidak bisa meninggalkan ibuku yang sedang mengandung diriku sendirian dirumah.
Berlarilah dengan kencang ayahku kearah rumah, disana sudah porak poranda dan sudah banyak sekali korban berjatuhan disekeliling perkampungan. Ibuku sudah tidak ada dirumah, perasaan ayahku sangatlah khawatir dengan keadaannya. Saat ayahku berlari didekat saloon tempat ayahku bersama teman-temannya minum, Jack tiba-tiba menikam ayahku dari belakang dan memukulkan kayu kepundak ayahku sampai ayahku seketika pingsan.
“Kau manusia lemah Dawson, lihat daerah dan teman-teman mu? Hanya hitungan beberapa tahun sudah aku taklukan!.” Jack Loarde berkata sambil mengikat ayahku di Saloon.
“Hahaha...”
“Kau sangatlah konyol Dawson, perjanjian dengan iblis tidak selalu benar, apa peduli kami dengan sebuah perjanjian? Tidak ada sama sekali.”
“Sudah puas? Kami sudah merasakan kesejahteraan hidup, dan aku tidak pernah melihat kesejahteraan seperti itu pada kaum iblis seperti mu. Bodoh, menamatkan kaum kami hanya mendekatkan kami kepada surga.” Ayah terlihat menantang dan sambil menyunggingkan senyumannya.
“Sudah cukup puas kah?.”
****
Ayahku tewas dengan tusukan pedang di tenggorokannya, para iblis tersebut berkeliaran dan membakar perkampungan kami. Semua sudah seperti bahan bakar pada tungku kompor yang membara, kepuasan para dukun iblis tersebut sangatlah terpancarkan diwajah jahatnya. Perkebunan sudah tidak subur kembali seperti dulu, awanpun tidak sama sekali merasakan keceriaan kembali saat musim panas saat itu. Tempat kecil milik warga kami telah punah oleh para dukun itu.
Mungkin jika aku besar nanti aku tidak akan merasakan betapa bahagianya kehidupan dizaman ayahku waktu dulu, dan bagaimana lezatnya minuman di saloon itu.

Introduction - "The Deal of a Cowboy"


Menjadi manusia itu sebuah anugerah yang kuasa, itu mutlak. Tak pernah terpikirkan sedikit pun tentang bagaimana hidup saya berubah. Kuasa mereka yang belum aku mengerti mengapa aku begini. Keluarga yang tergolong dalam ke-anti sosialan itu mendorong aku untuk menjadi manusia yang berbeda dari yang lain, hingga mereka punah.