Minggu, 20 April 2014

Di Indonesia Sulit Berekspresi dalam Bermusik


Udah gak aneh buat kita tentang bagaimana orang-orang tua selalu melarang tentang apa pun pergerakan anak muda, mereka selalu melarang anak muda dengan alasan “mau apa kamu nanti kalau hidup ugal-ugalan dan menentang orang tua”. Padahal sudah diketahui bahwa anak muda sudah memiliki pandangan yang cermat dan visioner, baik dalam karir maupun kepribadian. Mungkin pandangan orang tua berbeda kepada anak-anak nya, bahwa modernisasi sangatlah berdampak buruk bagi masa depan, beberapa contoh sebut saja seprti diskriminasi anak dalam memilih jenjang pendidikan, banyak anak-anak muda yang dipaksa untuk menempuh pendidikan yang tidak disukai nya, seperti menentukan fakultas dalam mata perkuliahan, ataupun penentuan karir yang diatur sedemikian mungkin oleh tangan orang tua yang secara tidak langsung membuat si anak tersebut menjadi tertekan bahkan merasa dirinya belum sama sekali bebas.
Gue disini bukan membahas tentang pendidikan, ataupun tentang karir, tetapi gue disini mau membahas tentang kecurangan orang tua terhadap kaula muda.
Menurut pendapat orang tua, bisa dibilang anak muda itu masih kumpulan orang-orang yang tidak terlalu penting dalam kehidupan, tidak perlu diperhatikan karena hanya perlu di beri pendidikan saja dengan cukup, tetapi apalah jadi nya pendidikan disini pun sudah menjadi mainan para orang tua. Bebasnya anak-anak muda hanya terjadi saat mereka sudah berumah tangga, so pasti semua akan berubah. Lupakan hal tersebut, gue disini mau membahas tentang musik yang bisa menjadi tonggak Revolusi untuk kebebasan berekspresi.
MUSIK
Musik adalah sesuatu yang bersifat imajinasi dan sangat memiliki kandungan seni yang sangat tinggi. Musik juga sebagai sesuatu kebutuhan dalam hidup, tanpa musik, dunia terasa hampa, bahkan kehidupan hanya akan ada suara-suara dari manusia yang penuh dengan kesalahan. Musik membuat hidup itu bergema.
Ada beberapa perbedaan dari anak muda dan orang tua didalam aspek musik ini. Anak muda condong kepada musik yang memiliki kandungan idealisme tentang kehidupan anak-anak muda, sedangkan orang tua di Indonesia (khususnya) selalu condong terhadap musik dangdut, atau melayu/etnis. Hal tersebut sangat berbeda satu sama lain. Keras nya keinginan anak-anak muda dengan musik yang dibangga-bangga kan nya, tidak sama sekali didukung oleh orang tua.
Gue enggak sama sekali berniat menjatuhkan musik dangdut, tetapi musik tersebut makin hari semakin tidak terlalu efektif bagi sebuah revolusi musik. Dangdut makin hari semakin cenderung kearah pornoaksi, contoh saja musik-musik dangdut sekarang disekitar kalian, bahkan anak-anak kecil pun menjadi ikut-ikutan terpengaruh dengan musik dangdut yang tidak sama sekali memiliki nilai pendidikannya.contoh lain saja seperti Biduan (penyanyi dangdut), mereka selalu bertampil seronok dan sangat tidak baik untuk anak-anak dibawah umur, tengok saja saat adanya panggung-panggung musik dangdut, dan anak-anak kecil menonton nya dengan serius, sehingga tidak langsung mereka mengerti tentang apa itu dangdut dan apa itu arti dalam musik dangdut tersebut.
Lirik-lirik yang sangat mengandung unsur-unsur pornografi, contoh lagu: Hamil duluan, Buka Sitik Joss, atau Jablay, hal tersebut sangat tidak baik untuk dipublikasi kan bahkan menjadi hal yang komersil, ditambah dengan lirik-lirik nya yang selalu cendrung dengan dunia percintaan. Mungkin hanya Rhoma Irama saja yang menjadikan dangdut itu media komunikasi yang berbasis pendidikan. Gue sendiri pun salut dengan beliau, tetapi hanya saja semakin hari perubahan citra dangdut tersebut menjadi buruk.

                                                 Biduan Dangdut yang berpakaian seksi

Berbeda dengan musik-musik yang didengar oleh kalangan anak muda, memang terdengar keras tetapi dari idealisme yang sangat tajam akan pergerakan anak muda seperti: sosialisme, revolisuoner, kebudayaan, dan religi, semua mereka jadikan seni dalam bermusik. Memang musik-musik Metal/Rock terkesan seperti musik ajaran sesat, tetapi mereka tidak bersifat mengajak untuk ikut larut dalam lirik yang dibuat, tetapi mereka hanya membahasa tentang krusial nya kehidupan. Kebanyakan mereka mengemas musik tersebut dengan kepercayaan diri sendiri sehingga dalam industri musik Independent (Indie) lebih menjadi kan revolusi musik kearah yang lebih baik dan cerdas. Tengok saja, beberapa musisi Indie di Indonesia sudah bertaraf Internasional dan sangat Revolusioner, sehingga bisa menjadikan harum nama bangsa di kancah Internasional. Sebut saja diantaranya: White Shoes and the Couples Company, The S.I.G.I.T, Gugun Blues Shelter, Burgerkill, dan masih banyak lagi.
Bisa dilihat, hal tersebut sangatlah berbeda antara kualitas idealisme musik kalangan anak muda dan kalangan orang tua.

         Band anak negeri, Burgerkill, mendapatkan penghargaan internasional Golden Gods Award 2013 untuk   kategori Metal As Fck yang berlangsung di London, Inggris, pada 17 Juni 2013.

KETIDAKADILAN DALAM VENUE
Venue-venue untuk menyiarkan secara langsung musik-musik sangatlah penting, untuk bagaimana musik tersebut tersaji secara langsung.
Venue musik dangdut sangat lah komersil dan selalu diterima oleh masyarakat dimana pun berada, berbeda dengan musik-musik Independent yang dibuat oleh kalangan anak muda yang selalu mendapat respon negatif oleh masyarakat sehingga timbulnya ketidak adilan antara kedua idealisme tersebut. Musik dangdut selalu diterima dimana pun, walaupun terlihat tidak efektif dalam pembelajaran, musik ini bisa menyihir orang-orang, bahkan membuat anak-anak menjadi larut dalam pergerakan ini, sayang nya musik ini tidak sama sekali mendidik bagi masyarakat. Begitulah masyarakat yang selalu suka dengan hal yang komersil walaupun tidak efektif. Namun sudah disinggung sebelumnya, venue untuk musik-musik Independent anak-anak muda dipandang sebelah mata oleh masyarakat luas, sehingga disebut sebagai musik penggangu, ketidak adilan ini membuat anak-anak muda menjadi sulit untuk berekspresi dan menyalurkan pemikirannya, selalu saja orang tua yang menjadi utama dalam kehidupan.
Timbulnya ketidak adilan dalam bermusik, anak-anak muda membangun sendiri pemirikannya dengan cara underground (bawah tanah), yaitu musik yang hanya diperioritaskan untuk anak-anak muda saja yang mengerti tentang musik revolusioner, walaupun dipandang sebelah mata. Mereka membuat panggung-panggung didalam warung-warung makan, membuat panggung kecil dipasar, didalam garasi, gudang, bahkan ditempat yang sudah tidak layak pakai (Street Gigs), hanya untuk semata-mata menyalurkan seni dan imajinasi-nya. tetapi bukan berarti dengan hal tersebut anak-anak muda merasa bebas berekspresi, selalu saja mereka mendapatkan gangguan seperti: dibubarkan warga karena dibilang bersifat kerusuhan, dibubarkan aparat karena menggangu, ataupun dijadikan respon yang negatif. Padahal jika dilihat kearah musik dangdut yang sangat komersil tersebut, mereka justru bersifat kerusuhan, beberapa terjadi tawuran antar warga karena musik dangdut, orang-orang tua meminum-minuman keras dan meninggalkan pekerjaan nya, selalu bersifat pornoaksi dengan pakaian tidak senonoh dan dipertontonkan kepada khalayak ramai. Apa hal tersebut juga tidak menjadi respon negatif? Dont Judge people by their look.
Belum lama juga, musik dangdut menjadi penarik beberapa partai politik dalam mencari simpati masyarakat, namun jangan lupakan tentang efektifitasnya, banyak sekali warga yang menjadi korban saat kampanye dengan musik dangdut yang secara besar-besaran. Mereka berjoget-joget dengan biduan yang terlihat seksi ditengah lapangan dan menyanyikan lirik lagu yang cukup mengandung unsur pornoaksi dianggap sebagai hiburan yang bermanfaat, sehingga musik-musik anak muda yang mengandung unsur perubahan dan pergerakan dianggap sebagai pengganggu musik-musik dalam negeri. Tidak adanya Respect antara satu sama lain membuat hal tersebut pecah belah.
 


2 komentar:

  1. Pada dasarnya setiap orang mempunyai selera yang berbeda. Termasuk dalam musik. Menurut gue, ada beberapa hal yang bisa jadi alasan kenapa orang bisa suka dengan genre atau selera musik yg dipilihnya, yaitu: Aransemen, lirik, dan penampilannya. Ada yang suka hanya dengan aransemennya, tapi gak suka liriknya. Begitu pun sebaliknya. Ada yang suka aransemen dan lirik, tapi gak suka penampilannya. Ada juga yang gak peduli aransemen dan lirik, tapi yg diliat penampilannya. Tergantung.

    Btw, tulisan lo keren. Gue juga prihatin sama musik dangdut yg lebih cenderung ke porno aksi (badan seksi, mamer aurat, dan lirik lagu yg gak bermoral). Anak kecil jaman sekarang makanannya begituan. Untung waktu gue kecil, masih dengerin lagu2nya Trio kwek-kwek. :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat, akhirnya lo ngerti dan nyambung sama tulisan gue.

      Hapus